Tugas Individu2 "Kasus Pelanggaran Etika Bisnis"
Nama : Larissa Hajryanti
Kelas : 3EA25
NPM : 18216401
Dosen : Adelia Riana Dewi,SE.,MM
TUGAS INDIVIDU2 SOFTSKILL ETIKA BISNIS
Pelanggaran etika bisnis pada
albothyl oleh perusahaan PT. PHAROS
Berita-berita mengenai pelanggaran etika bisnis
mendorong ketertarikan untuk menelusuri lebih lanjut faktor-faktor yang
mendorong dan dampak yang diakibatkan. Etika bisnis merupakan aspek moral dalam
menjalankan bisnis. Masih banyak fenomena-fenomena dimana beberapa bisnis masih
mengabaikan aspek moral. Banyak perusahaan yang hanya memikirkan keuntungan,
menghindari kerugian, dan kekuatan bersaing sebagai satu-satunya tujuan dalam
menjalankan bisnis sehingga faktor moral atau etika tidak lagi menjadi
pertimbangan.
Dalam satu bulan terakhir ini sudah
ada 3 produk yang izin edarnya ditarik oleh BPOM karena tidak sesuai ketentuan.
Dimulai dari Viostin dan Enzyplex tanggal
5 Februari lalu karena terbukti mengandung DNA babi, kini Albothyl pun
dibatalkan izin edarnya per tanggal 15 Februari setelah ada 38 laporan kasus
terkait efek samping serius yang timbul akibat penggunaan Albothyl, oleh
profesional kesehatan dalam dua tahun terakhir ini.
Perlu diketahui bahwa kualitas dan
keamanan setiap produk obat maupun makanan yang beredar di Indonesia dikontrol
oleh BPOM atau disebut juga post-market surveillance. Post-market surveillance ini biasanya dilakukan
dengan cara sampling (mengambil contoh
produk langsung dari pasaran untuk diuji di laboratorium). Dan cara samplingini bisa dilakukan secara rutin (misalnya
menjelang akhir tahun atau Idul Fitri) maupun secara mendadak jika diduga ada
yang tidak sesuai ketentuan.
Namun
tentunya, kontrol tidak hanya dilakukan oleh pihak regulator (dalam hal ini
BPOM dan BBPOM) karena bisa dibayangkan bagaimana repotnya mereka mengontrol
seluruh produk yang beredar di Indonesia beserta seluruh fasilitas produksinya.
Oleh sebab itu, peran industri farmasi, profesional kesehatan di lapangan dan
masyarakat awam juga diperlukan. Caranya? Ya dengan melaporkan kejadian tidak
diinginkan (baik yang serius maupun tidak serius) yang timbul akibat penggunaan
suatu obat atau yang dikenal dengan istilah Farmakovigilans.
Analisis
Dari kasus Albothyl ini, kita tentunya sangat prihatin
atas banyaknya pasien yang telah dirugikan. Tapi kita tidak perlu juga saling
menyalahkan dan mempertanyakan kompetensi pihak-pihak yang terlibat di
dalamnya. Berkaca dari kasus Thalidomide, penarikan produk obat karena efek
samping yang muncul meskipun produk tersebut sudah lama beredar di pasaran
sangat mungkin terjadi.
Hal ini tentunya dipengaruhi faktor sensitivitas dan
reaksi setiap orang yang berbeda terhadap suatu obat. Farmakovigilans boleh
dibilang tidak hanya dilakukan selama beberapa tahun terhadap suatu obat setelah
disetujui izin edarnya, melainkan selama produk tersebut beredar di pasaran.
Dari kasus diatas terlihat bahwa perusahaan melakukan
pelanggaran etika bisnis dilihat dari sudut pandang ekonomi yaitu
perusahaan di untungkan tetapi banyak orang yang di rugikan dan perusahaan
tidak memenuhi dari prinsip dari etika bisnis yaiu prinsip kejujuran.
Perusahaan tidak terbuka dan memenuhi syarat-syarat bisnis dan Mengenyampingkan
aspek kesehatan konsumen dan membiarkan penggunaan zat berbahaya dalam
produknya. Albothyl yang beredar di pasaran saat ini mengandung zat
bernama Policresulen dengan konsentrasi 36%. Policresulen
adalah senyawa asam organik (polymolecular organic acid) yang diperoleh
dari proses kondensasi formalin (formaldehyde) dan senyawa meta-cresolsulfonic
acid. Policresulen yang diaplikasikan pada sariawan akan menyebabkan jaringan
pada sariawan menjadi mati. Itulah alasan kenapa saat albothyl digunakan pada
sariawan akan terasa sangat perih, namun kemudian rasa perih hilang dan sakit
pada sariawan pun tidak lagi terasa. Bagi Anda yang pengalaman memakai obat ini
mungkin akan menyaksikan sendiri sesaat setelah albothyl digunakan sariawan
akan menjadi berwarna putih dan kering. Jadi sebenarnya policresulen ini tidak
mengobati sariawan melainkan mematikan jaringan yang sakit atau rusak tersebut.
Ketika jaringan sariawan sudah mati, maka tubuh akan melakukan regenerasi
sel-sel baru sehingga sariawan menjadi sembuh.
Kesimpulan
Banyaknya kasus pelanggaran di dalam etika berbisnis
membuat kita sadar bahwa masih banyak nya produsen produsen nakal yang hanya
memikirkan materi tanpa memikirkan dampak apa yang telah diperbuat, pemerintah
seharusnya lebih teliti terhadap pengawasan peredaran barang barang yang
beredar dan harus lolos uji seleksi. Dan untuk masyarakat kita mengajak
untuk selalu peduli terhadap apa yang di nilai kurang baik. Farmakovigilans
tidak hanya dilaksanakan oleh industri farmasi tetapi juga didukung oleh
masyarakat awam dan profesional kesehatan di lapangan. Bagi masyarakat awam,
jika menemukan atau mengalami kejadian yang tidak diinginkan setelah
mengkonsumsi suatu obat, bisa menghubungi produsen dan melaporkan kejadian yang
dialami (kecuali kejadian serius yang memerlukan penanganan segera ke klinik
atau rumah sakit). Biasanya produsen memiliki nomor kontak layanan keluhan
konsumen. Keluhan-keluhan ini akan ditindaklanjuti oleh bagian Farmakovigilans
di setiap perusahaan atau produsen.
Bagi profesional kesehatan lain, pelaporan ini bisa
dilakukan dengan mengisi Form Kuning (Formulir Pelaporan Efek Samping Obat)
pada website e-meso.pom.go.id. Untuk
kemudian dikirimkan ke Pusat Farmakovigilans / MESO (Monitoring Efek
Samping Obat) Nasional, Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan
PKRT Badan POM RI.
MESO yang dilakukan di Indonesia, bekerja sama dengan
WHO-Uppsala Monitoring Center (Collaborating Center for
International Drug Monitoring) yang bertujuan untuk memantau semua efek
samping obat yang dijumpai pada penggunaan obat. Hasil semua evaluasi yang
terkumpul akan digunakan sebagai materi untuk melakukan re-evaluasi atau
penilaian kembali pada obat yang telah beredar untuk selanjutnya menerapkan
tindakan pengamanan yang diperlukan.
Daftar Pustaka
https://muhammadmaulanablog.wordpress.com/2018/03/05/contoh-kasus-dalam-etika-bisnis/
Komentar
Posting Komentar